Jumat, 13 April 2012

Batu Kesedihan (part two)


Part Two


Suara burung, hembusan angin dan hewan2 lain disekitarku, membuatku tenang. Sungguh  terasa sekali kalau aku diterima di lingkungan itu.

Beberapa saat kemudian aku baru menyadari ada suara yang baru aku dengar. Bukan suara-suara aneh… tapi itu seperti suara gemericik air terjun kecil yang sepertinya terasa sungguh menyegarkan. Bisa aku bayangkan betapa dinginnya menyejukkan hati dan badan.

Aku telusuri dari mana asal suara itu, aku hampiri dan tak jauh dari Batu Kesedihan itu terdapat satu lagi batu kali yang ukurannya lebih besar dari Batu Kesedihanku. Begitu indahnya sampai mataku pun tak berkedip.

Dibalik batu itu, terdapat air yang memancurkan air jernih dingin setinggi 10 centimeter. Menjadikan genangan dibawahnya seperti tempat untuk berendam yang kira-kira cukup jika diisi dengan lima orang. Dasarnya yang kehitaman terlihat seperti dangkal memantulkan biasan sinar matahari dari sisi yang tidak tertutupi dedaunan dari pohon Mahony.

Semakin aku perhatikan semakin indah, semakin jelas pula bentuknya. Aku menduga cekungan itu dari batu kali yang aku perkirakan sudah puluhan tahun tertanam dan tertetesi dari air mancur kecil itu.

Aku coba masuk ke genangan itu. Ternyata tidak terlalu dalam. Jika aku berdiri tegak, dalamnya hanya sampai pinggangku.

Aku coba nikmati air yang segar itu. Semakin aku rendamkan badanku dengan air segar itu hingga setinggi bahuku. “Huh… Dingin..!!!” kataku sambil terengah-engah menahan dinginnya air murni dari gunung itu.

Aku memberikan nama tempat itu Bak Batu kesegaran.




Menjelang sore aku pulang.

Sejak ada tempat baru itu, setiap hari sepulang dari sekolah aku datang ke tempat itu, sendiri saja tanpa siapapun yang menemani.

Damai terasa…

Nyaman tak tertandingi…

Sudah empat hari terus menerus aku kena marah lagi oleh orang tuaku. Kali ini mereka sangat marah sampai memukulku.

Sepertinya mereka benar-benar kecewa. Apalagi setiap hari mereka termakan oleh gossip yang disebarkan oleh ibu-ibu Bigos itu.

Di lingkungan pun, aku dimusuhi oleh cewek-cewek yang akunya mereka adalah fans beratnya Lutto.

Ya.. aku kena fitnah…

Kali ini orangtuaku mendengar cerita dari saudara dan tetanggaku kalau aku akhir-akhir ini melakukan hal yang membuat malu keluarga. Merusak nama baik keluarga.

Mereka menfitnahku kalau mereka memergoki aku berdua-duaan dengan cowok centil itu di dalam kamar kost-an temannya yang tidak jauh dari ujung jalan utama kampung.

Memang berdua, tapi kenyataan yang sebenarnya bukan di dalam kamar kost-an temannya Lutto. Melainkan berpapasan diujung jalan utama ketika aku akan pulang dari tempat indahku.
"Tapi, berpapasankah namanya jika Lutto sengaja menungguku di ujung jalan agar dia bisa bersama-sama denganku berjalan pulang?” tanyaku dalam hati.

Saat itu ada percakapan dgn dia, daaaan aku baru tahu kalau lelaki itu ternyata suka padaku, bahkan tergila2 padaku. Alasannya karena dari semua cewek di kampung ini,  hanya aku yang berani mengejeknya, bukan menyembahnya. Dan saat itu juga dia memintaku untuk menjadi ceweknya.

“Haa.. ha.. ha.. ha.. You Kidding…!!!”kataku tertawa keras.

“Please deh..!! ‘Gak salah?!” tanyaku kepadanya dimomen itu.

“Sorry ya… Kalau boleh jujur, you’re not my type…!!!” kataku lagi sambil tertawa kecil.

Aku benar-benar menolak dia karena aku benar-benar tidak suka padanya.

“Memang apa yang kurang? Apa yang salah dari saya?” Tanya Lutto. Tanpa berpikir panjang, aku segera menjawab pertanyaan itu dengan maksud agar dia tidak usah menggangguku lagi.

“Sok keren… sok gaya… sok … males ah ngejelasinnya juga. Terlalu banyak.”.

“Dan pemabuk..!!!” tegasku.

Dia menampik kalau dia adalah pemabuk. Dengan segera aku jawab lagi,
“Aku pernah lihat kamu jam satu malam terhuyun-huyun sambil membawa botol berisikan air berwarna. Ngertikan maksudku?!” tanyaku.

Dengan perasaan tidak mau kalah, Lutto membalas perkataanku,

“Oh… jadi kamu memata-matai saya. Ternyata kamu cewek ‘gak bener ya suka keluar malem-malem.” katanya.

“So..?? udah jelas kan kalau aku bukan cewek bener menurut kamu, karena suka keluar malem. Kenapa juga masih nekad minta aku jadi pacar kamu.” Kataku.

“Tuh… didepan rumahmu, sudah menanti seratus lusin cewek-cewek yang lebih baik dari aku. Mereka ‘gak pernah keluar malem kan??!!” balasku mencibir. Tapi tetap saja dia teguh pada pendiriannya. Dia memaksa aku harus menjadi pacarnya.

“Yee… Kecakepan..!!!” kataku sambil terus masuk gang menuju rumahku.

Aku lupa kalau diseberang gang rumahku, ibu-ibu Bigos itu masih berkumpul sampai adzan Maghrib.

Ternyata benar dugaanku. Mereka bertanya pada cowok pemabuk itu apa gerangan yang terjadi. Dia membalikkan fakta kalau sebenarnya dia menolakku untuk menjadi kekasihnya dan aku yang memaksakan kehendakku padanya untuk menjadikanku kekasihnya. Huh… Aku dianggapnya sama seperti cewek-cewek lainnya.

Hahaha… Cerita paling bodoh yang pernah aku dengar.

Tapi semua itu dianggap kejadian yang benar-benar terjadi oleh orangtuaku.

Setiap hari aku selalu dimarahi agar mengakui perbuatanku itu. Sakit hati tak terbendung lagi.

Rupanya orangtuaku lebih percaya pada omongan tetangga dan ibu-ibu Bigos itu yang jelas-jelas tidak ada buktinya, ketimbang aku anaknya sendiri.

Mana mungkin aku berdua-duaan dengan cowok pemabuk itu, aku kan seharian ini di Batu Kesedihan.

Yang aku sedihkan lagi aku enggan menceritakan tempat indahku itu. Aku takut jika mereka tahu, mereka akan merusak tempat itu. Bahkan yang lebih parah lagi bagaimana kalau tempat itu menjadi senjata mereka untuk memfitnahku lagi, dengan alasan tempat itu pun  dipakai yang enggak-enggak olehku.

“Gak.. aku gak boleh memberitahukan tempat indahku itu kepada mereka.” Kataku.

...

Hari ini aku pergi lagi ketempat indahku dengan berlari tiada henti.
Karena terlalu lelah, aku tertidur diatas Batu Kesedihan. Tengah malam baru terbagunkan oleh suara burung hantu di salah satu pohon rindang disana. Aku takut pulang, karena aku tahu Lutto pasti menungguku di tempat yang tempo hari aku sempat berpapasan dengannya.
Akhirnya aku putuskan untuk menginap dan pulang menjelang shubuh. Dan aku memutuskan juga beberapa hari ini akan camping saja. Menghindari permasalahan yang sedang terjadi dilingkungan rumahku.

Keesok paginya, tepat sekali dugaanku. Lutto menungguku semalaman didepan kamar kost-an temannya itu. aku pulang sambil diikuti olehnya. “Fuh… untung masih jam limaan, ibu-ibu Bigos itu pasti belum pada ngumpul diwarung itu” pikirku.

Aku segera lari menuju rumahku dan langsung masuk.

Tapi hari ini kasusku semakin bertambah parah.

Kira-kira pagi itu pada pukul delapan lebih sepuluh menit , Pak RT dan Pak RW datang ke rumahku untuk membawaku ke Kantor Urusan Agama.

Pak RT menjelaskan kepada Papapku kalau semalam aku dan Lutto tidur bersama dikost-an temannya Lutto.

Dan pagi ini dengan perasaan bersalah Lutto mengakui kepada orangtuanya dan kepada pak RT kalau dia dan aku melakukan hubungan suami-istri atas dasar suka sama suka karena dibawah pengaruh minuman keras.

Saat itu juga aku menangis dan mencoba menjelaskan kalau malam tadi aku tidak bersamanya.

Pak RT menambahkan kalau tadi pagi sekitar pukul lima ada saksi yang melihat aku dan Lucky berjalan bersamaan dari kost-an temannya Lutto. Saksi itu adalah ibu kost temannya Lutto. Yang membuatku benar-benar hancur, ibu kost itu ternyata salah satu anggota dari ibu-ibu The Bigos Gank itu."Huuwaaaaaa.....!!!!!!!!!!!!!!!" 

Hatiku hancur… ingin mati rasanya. Tidak ada seorangpun yang dapat membela dan membantuku untuk kasus yang tidak pernah aku lakukan.

Tanpa berpikir panjang, aku lari sekuat tenaga dengan airmata deras yang tak sanggup ku hentikan. Aku lari dengan perasaan ingin segera sampai di Batu Kesedihanku.

Aku terus saja berlari sampai aku menyadari ternyata adikku dan kedua temannya mengejarku. Mereka berteriak memanggilku, memintaku berhenti berlari dan kembali untuk menyelesaikan kesalahfahaman yang sedang terjadi di rumah.
Aku tak mau kembali. Aku terus berlari dan bersembunyi. Adikku dan kedua temannya tetap mencariku dan berteriak memintaku untuk segera kembali.

Aku merasa tempat indahku terancam. Kalau aku terus berlari, adikku dan kedua temannya bisa mengikutiku dan akan menemukan tempat indahku. Dan siapa menyangka kalau kemudian keadaan bisa semakin memburuk.

Aku coba pancing mereka untuk menjauhi tempat indahku. Aku coba menghindari mereka dengan cara pergi dari tempat persembunyianku. Tapi rupanya, ranting dan daun-daun kering yang aku injak mengeluarkan suara cukup keras dan hal itu menyadarkan meraka kalau aku ada di dekat situ.

“Meraka melihatku, mereka melihatku” teriakku. Suaranya terdengar lagi. Mereka berteriak minta aku berhenti berlari dan segera kembali kerumah bersama mereka. “Aku ‘gak mau..!!!” teriakku.

Aku lari dan terus berlari lagi menghindari mereka. Tapi mereka tetap bisa menemukanku.

Strategi terakhirku untuk menjauhkan mereka dari aku dan tempat rahasiaku adalah dengan ambil jalan memutar. Rasanya sangat sempurna untuk menghilangkan jejakku.
Dugaanku tepat, mereka kehilanganku dan tanpa berfikir panjang aku segera pergi menuju ke Batu Kesedihanku.

---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar